Monday, March 14, 2016

Tentang Jarak

Iya, ini tentang jarak

Bukan jarak dalam pautan matematika
Itu akan mempermudah segalanya

Ini tentang jarak
Yang kau tarik untuk mengakhiri cerita
Jarak tak kasat mata yang panjangnya melebihi angka yang pernah ada

Ini tentang jarak
Yang kau tinggali
Yang kau tunggangi pergi
Yang kau yakini dan kau hidupi

Sudahkan kau temui rahasia jarak?
Sampai kau lupa makna jarak?
Sudahkan kau menghitung jarak?
Yang kau tarik dan kau gantung tanpa makna

Kepada jarak yang kau buat
Kepada pagi yang kau tiduri

Kau selingkuh dengan jarak

Seperti tukang kebun di halaman istana
Yang senantiasa menata kebun istana
Memangkas rumputnya, ranting pohonnya, dan merawat bunga-bunganya.

Aku ingin seperti tukang kebun istana
Aku ingin memangkas jarak
Agar tak lagi tampak kusut dan menyakitkan mata

Kau pergi meninggalkan jejak
Menutup pintu harap dan ratap

Sampai pada titik waktu
Aku pergi tanpa jejak
Meninggalkan ratap, melupakan harap

Kau adalah kenangan yang menampung rahasia
Yang tetap diam tanpa suara
Menggantungkan makna

Sampai pada titik waktu
Aku pergi tanpa suara
Mungkin juga tanpa rasa yang tersisa

Kau adalah rindu yang terlampau ramun untuk dikisahkan
Mengiringi bercumbunya ingatan dengan kenangan

Kau adalah rindu yang terlalu lama kupelihara
Yang terlalu banyak menyimpan rasa
Yang menjelma menjadi suatu cerita

Kau adalah jarak yang tak pernah kuceritakan
Karena itu aku tuliskan

Karena pada akhirnya
Tidak ada yang bisa memaksa
Tidak rindu
Tidak aku
Tidak juga jarak


Thursday, March 3, 2016

Buku

Hei lelaki yang duduk dibangku sebelahku. Yang asik dengan dunia bukumu. Tenggelam diantara kalimat-kalimat imajinasi dan kertas-kertas fantasi. Aku tau buku itu, pernah ku baca waktu dulu, menarik, bercerita mengenai seorang perempuan terpelajar yang tinggal di kota yang melarangnya belajar. Sesekali kau seruput kopimu dan kau benarkan letak kacamatamu. Benda yang membingkai mata coklatmu. Warna matamu adalah karanganku, mana aku tau warna matamu. Bertatapan saja tidak pernah.

Aku tak pernah punya keberanian untuk menyapamu. Bukan hanya karena aku malu, tapi aku tidak ingin mengganggu kemesraanmu dengan kekasihmu. Bukumu adalah kekasihmu. Setidaknya itu yang tertulis pada kartu di atas mejamu. Sungguh menarik kekasihmu itu, pikirku.

Sesekali kau angkat kepalamu dari timbunan kata itu. Merubah posisi dudukmu dan kembali menyelam ke dalam bukumu. Menyetubuhi kekasihmu. Tubuh indah bergelombang itu.

Kamu dengan kekasihmu dan aku dengan kekasihku. Buku. Bukumu berbeda dengan buku ku.
Saling diam dengan dunia yang bersinggungan namun tidak beriringan. Menarik bukan?
Kamu bertemu seseorang di tempat yang baru, atau tempat yang biasa kau kunjungi, hanya saja bertemu orang baru, melihat betapa dunia banyak orang sering kali bersinggungan, tapi tidak selalu beriringan. Hanya diam saja disitu, terpaku.

Buatku, ini adalah cara yang menyenangkan untuk membunuh waktu. Bagaimana tidak, bertemu orang baru, bermesraan dengan kekasihku, dan ditemani minuman kesukaanku. Sempurna bukan?
Tidak perlu berbicara dengan orang baru itu, melihatnya saja sudah cukup buatku. Aku senang memperhatikan orang tanpa berkata apa-apa. Mengenalnya dalam diam, dengan caraku.

Aku suka aroma parfum mu. Tidak menyengat, lembut, tapi menyegarkan. Akan tercium setiap kali kau merubah posisi dudukmu dan setiap kali pendingin ruangan itu meniup tubuhmu.

Seperti halnya orang baru di tempat itu, orang-orang sepertimu akan datang dan pergi seiring waktu.
Kamu hanya singgah sementara waktu. Kemungkinan kembali dan bertemu kembali sama seperti kemungkinan aku menyapamu. 1 dengan 1000 kemungkinan, mungkin.
Namun aku masih akan tetap duduk di situ, di sudut yang sama, dengan kekasihku.

"kamu bagaikan buku yang tidak pernah tamat ku baca"

Rindu

Rindu,

Rindu meninggalkan sepenggal kisah
Sepotong kenangan
Dan sepercik harapan.

Rindu merubah caraku memandang langit
Langit kerap kali terlihat kelabu,
mungkin karena mendung, ini kan musim hujan, pikirku
entah lah,
rindu selalu membuatku ragu

Rindu membuatku lebih senang termenung menatap langit-langit di kamarku
Memandangi cahaya lampu
Rindu membuatku mendengarkan lagu-lagu sendu
Meresapi kata demi kata yang berlalu

Rindu membuat terpaku
Rindu membuat kaku

"aku mampu merindu. aku mampu bercumbu.
namun aku tak mampu berharap lebih soal kehadiranmu"

Seperti hujan yang mengantarkan rindu,
Rindu membawaku padamu
tapi aku tak berani berharap rindu membawamu padaku
namun aku berdoa untuk itu